Minggu, 22 Maret 2009

MERAWAT IMAN

Dan apabila dibacakan ayat-ayat Allah maka bertambahlah imannya…” ( QS. Al-Anfal, ayat 2 )

Iman adalah mutiara yang tak ternilai harganya, dengan keimananlah hidup seseorang menjadi sangat berharga, dengan keimanan pula seluruh tingkah laku manusia dapat dikendalikan , karena ia merupakan motor penggerak jiwa. Dari hatilah manusia dapat dinilai baik buruknya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan bertambahnya iman seseorang, yaitu :


1. Ilmu

Yakni ilmu yang dapat menyebabkan bertambahnya pengetahuan dan keyakinan, seperti apa yang pernah dikatakan oleh Jundub bin Abdullah Umar dan lainnya.

“ Berilah kami ilmu tentang keimanan, berilah kami ilmu tentang Al-quran, maka iman kami pasti akan bertambah .” (Syarah Qosidah Ibnu Qoyyim, jilid I halaman 141)

Jadi yang dimaksud dengan ilmu disini adalah :

* Ilmu yang berkaitan dengan Allah, Asma-asmaNya, sifat-sifatNya, seluruh perbuatan-Nya, dan segala nikmat-Nya.

* Ilmu yang berkaitan dengan Rasulullah SAW, akhlak-akhlak yang dicontohkan, manhaj hidup serta syari’atnya, serta perjalanan hidupnya dalam masalah ibadahnya, perjuangannya, dan muamalahnya.

* Ilmu yang berkaitan dengan kitabullah berikut dengan apa-apa yang dikandungnya, berupa berita-berita, contoh-contoh, hukum, I’tibar (pengajar), dan garis-garis pembeda.

Yang demikian itu dikarenakan asal (pokok) keimanan adalah ikrar kepada Uluhiyah Allah, hal-hal yang menyangkut sifat-sifat Rasulullah, risalah yang ia bawa, serta setiap yang datang kepadanya dari sisi Robb-Nya, dengan penggambaran secara global. Misalnya saja tentang kalimat syahadat, barangsiapa yang mengucapkan dengan penuh keyakinan, maka baginya telah memenuhi pokok keimanan. Akan tetapi tidaklah sama nilainya bagi si pengucap, jika dalam mengucapkannya disertai oleh makna serta ketentuan-ketentuannya secara rinci.

Tidaklah sama orang yang mengetahui secara rinci apa-apa yang diberitakan Rasulullah SAW perihal kejadian setelah mati (seperti adanya hari perhitungan, azab, kenikmatan abadi, dll) dibanding dengan orang yang tidak mengetahuinya. Kalau tingkat pemahaman syahadah membuahkan tingkat pemahaman yang berbeda, maka begitu juga dengan tingkat pemahaman akhirat. Tidak sama (tingkat keimanan) mereka yang memahami akhirat sampai kepada hal-hal yang terjadi didalamnya, seperti : kebangkitan dan dikumpulkannya setelah mati, pembalasan, pembacaan catatan amal, perhitungan, telaga, surga, neraka, dll jika dibandingkan dengan mereka yang memahami akhirat hanya sebatas garis besarnya saja. Begitu juga tidak sama mereka yang mengetahui Siroh perjuangan Rasulullah dan segala apa yang menyertai beliau sehingga membawa kesempurnaan pada dirinya, jika dibandingkan dengan orang-orang yang hanya mengetahui masalah itu secara garis besar. Oleh karena itu Allah SWT berfirman:

“Dan demikian (pula) antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).Sesungguhnya yang hanya takut kepada Allah diantara hamba-hambaNya hanyalah para ulama.Sesungguhnya Allah maha perkasa lagi maha pengampun. “ (QS. Faathir, ayat : 28)

“ (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung ataukah yang beribadat diwaktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Robb-nya ? Katakanlah adakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui ? sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.”
(QS. Az-Zumar : 9)


2. Amal perbuatan

Yang dimaksud disini adalah memperbanyak amal-amal shaleh serta memperdalam ketaatan sehingga menambah keyakinan dan memperkokoh keimanan, serta memperkecil amal-amal yang jelek dan menghindari dari hal-hal yang dapat melemahkan iman. Betapa banyak manusia yang telah terjerumus kepada kemaksiatan besar bahkan sampai kepada kemungkaran yang menghalalkan darah serta mendustakan Rasulullah sehingga mereka masuk kepada golongan durjana (dzhalim) fasik dan masuk kepada kekafiran. Oleh karena itu kita harus memohon kepada Allah agar dibersihkan dari segala amalan diatas dan senantiasa berada dalam lindungan-Nya.

Yang demikian itu adalah asas (prinsip) keimanan kepada Allah, sebagaimana kita ketahui bersama bahwa didalamnya harus mencakup pengikraran diri untuk mentauhidkan-Nya secara Uluhiyah, serta kesediaan untuk ikhlas beribadah hanya kepada-Nya. Ikrar dan pengenalan dalam hal ini, ada 2 jenis :

* Pengakuan secara ilmu pengetahuan, dengan disertai membenarkannya.

* Pengakuan secara alamiyah dengan mentaati apa-apa yang diketahuinya dan beradaptasi dengan ketentuan serta kewajiban yang terkandung didalamnya.

Maka barang siapa yang I’tiraf hanya sebatas pada cara yang pertama (sekedar ilmu), maka baginya termasuk lemah iman. Oleh karena itu dengan kemampuan yang ada, seseorang harus berusaha untuk memperkokoh imannya dengan meningkatkan- ketaatannya. Jadi keimanan itu hanya akan sempurna jika kedua pendekatan iman tersebut dipenuhi secara seksama.


3. Zikir dan Fikir

Yang dimaksud dengan zikir adalah mengingat Allah beserta sifat-sifatNya, apa-apa yang menyangkut keagungan-Nya dan kebesaran-Nya, membaca kalam-Nya serta ayat-ayatNya. Kemudian selain itu juga harus berusaha memperkecil segala hal yang membawa dampak kealpaan atau kelalaian kepada Allah. Umar Ibnu Khattab senantiasa tak henti-hentinya mengingatkan kepada para sahabat untuk senantiasa berzikir kepada Allah SWT untuk menambah kualitas imannya.

Diriwayatkan dari Abu Ja’far dari kakeknya Umar bin Khubaib dan dia menerima dari Rasulullah. “Rasulullah SAW bersabda : “iman itu bertambah dan berkurang,” lalu ia bertanya kepada beliau : apa gerangan wahai Rasulullah yang dapat menambahnya dan yang menguranginya ? Jawab Rasulullah “Jika kita mengingat dan memuji-Nya, mensucikan-Nya dan senantiasa bertasbih pada-Nya, maka disitulah iman akan bertambah kualitasnya, dan jika kita melupakan atau lalai kepada-Nya maka disitulah iman jadi berkurang“ Abdullah bin Rowahah memegang tangan salah satu sahabatnya seraya berkata “Bangkitlah sejenak bersama kami, marilah duduk di majlis zikir.” (Syarah Qosidah Ibnul Qoyyim jilid II hal. 140-141).

Dan hal ini sesuai dengan apa yang diberitakan oleh Allah SWT kepada kita, bahwa diantara sifat-sifat orang mu’min itu adalah senantiasa berzikir kepada Allah, baik dalam keadaan berdiri, duduk maupun dalam keadaan berbaring.

“ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.”(QS. Ali-Imron, ayat : 190)

“ Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi, (seraya berkata): “Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka .” (QS. Ali-Imron, ayat : 191)

Adapun yang dimaksud dengan fikir ialah suatu aktivitas yang mengacu pada renungan terhadap ciptaan Allah dengan memikirkan yang ada pada ciptaan-ciptaanNya, serta memandang kepada tanda-tanda-Nya, dan mu’jizat-Nya, sehingga dari aktivitas yang demikian itu akan didapat buah iman kepada Allah, yaitu merasakan keagungan-Nya, kekuasaan-Nya, keagungan sifat-sifat-Nya, serta keagungan perbuatan-perbuatanNya. Cara memandang yang demikian itulah yang disebut “Tafkir” dan “I’tibar”.

Perhatian indrawi terhadap ciptaan-ciptaan Allah yang terbentang dihadapan kita, yakni berupa alam semesta serta seluruh isinya, dan fenomena-fenomena yang terjadi didalamnya,walau hanya secara garis besarnya saja sudah cukup memberi kesan akan keagungan sifat-sifat serta perbuatan-perbuatanNya, dan ini jelas berpengaruh mempertinggi iman kita.

Namun ada sebagian orang yang tidak dapat menangkap makna yang terkandung dari alam dan fenomenanya ini.Mereka menganggap semuanya sepi, bisu, dan buta, dan sedikitpun hatinya tidak terbetik untuk menghubungkan keunikan dan keagungan alam serta keagungan penciptaan-Nya. Mereka sama sekali tidak bisa terlepas dari kenikmatan duniawi dan syahwat, mereka itulah orang-orang yang kafir dan yang lemah imannya.

Sedangkan mereka yang membaca ini dengan sungguh- sungguh dan ikhlas, didapati disana keagungan Allah beserta kebesaran dan kekuasaan-Nya, kelihaian pengaturan-Nya sehingga semakin bertambahlah iman dan keyakinan mereka.

Mereka itulah Ulil Albab, yaitu mereka yang selalu mengingat Allah dalam keadaan bagaimanapun, mereka selalu bertasbih serta memohon dijauhkan dari siksa neraka, sedangkan mereka yang tidak bisa menangkap maksud dari alam dan fenomena yang terjadi, Allah mengumpamakan dalam ayat-Nya:

“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allah hilangkan cahaya yang menyinari mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat . Mereka itu tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali ke jalan yang benar.”
(QS. Al-Baqarah, ayat : 17-18)

Wallahu’alam bishowab.

Tidak ada komentar: